Oleh: Fr. M. Christoforus, BHK
“Sungguh, mereka yang turun serahim dari kandungan Ibu, tidak dapat dipisahkan. Juga anak dan keturunan mereka. Hanya mautlah
yang dapat memisahkan mereka.”
(Amanat Kehidupan Sejati)
Manusia dan Silsilahnya
Dalam ilmu antropologi, terdapat “tiga kelompok makhluk ciptaan Tuhan” yang dapat dikategorikan sebagai ciptaan, yakni ‘manusia, tumbuhan, dan hewan. Di dalamnya, hanya makhluk manusia yang bersilsilah. Inilah yang disebut ‘ikatan sedarah’.
Sebuah perang besar yang sudah dipersiapkan dengan matang pun seketika dapat dibatalkan, dan mereka segera berangkulan sambil berurai air mata, jika di antara mereka, justru ada ikatan atau hubungan sedarah. Artinya, di antara mereka terdapat ikatan secara psikologis dan biologis. Karena mereka berasal dari satu keturunan, sedarah, dan sedaging.
Fakta dalam Hidup Kita
Kita mulai mengerti, mengapa jika terjadi permasalahan di dalam masyarakat selalu ada upaya pendekatan, agar permasalahan itu hendaknya diselesaikan secara kekeluargaan. Padahal sesungguhnya, tidak terdapat hubungan kekerabatan atau ikatan kekeluargaan di antara mereka yang sedang bertikai itu.
Hal ini merupakan sebuah contoh konkret, bahwa betapa kuatnya aspek berupa relasi ikatan kedekatan secara emosional yang dipandang juga sebagai saudara sedarah.
Pandangan antara: Ciptaan Tuhan dan Teori Evolusi Darwin
Secara rohani spiritual, diyakini pula, bahwa umat manusia (masyarakat) sedunia, yang kini sudah menyebar ke seantero bumi ini, justru berasal dari keturunan Adam dan Hawa sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Di sisi yang lain, dunia mengenal ‘teori evolusi Darwin’, bahwa kehidupan itu, justru berevolusi secara bertahap melaui proses seleksi alam, di mana individu dengan ciri yang paling cocok dengan lingkungan, cenderung bertahan hidup dan berkembang biak dengan mewarisi sifat itu. Darwin berpendapat, bahwa semua spesies itu berasal dari nenek moyang yang sama di bumi ini (bagian ini hanya sebagai pelengkap yang akan mengayakan tulisan ini).
Realitas Sesungguhnya
Apa pun pandangan dan landasan teoritis yang telah dikembangkan, namun satu kepastian, bahwa kokohnya relasi ikatan emosional antara orang-orang yang seketurunan, sungguh tidak dapat diingkari keberadaannya. Semoga sikap dan pandangan ini, dapat jadi kekuatan paling dasyat di muka bumi ini.
Karena bukankah, ‘hanya maut (kematian), yang memorakporandakan ikatan emosi’ di antara mereka yang sedarah dan sedaging itu?
Refleksi
Mari, kita hidup sambil bergandengan tangan dalam ikatan kasih sejati!
Karena kita adalah saudara!
Kediri, 11 September 2025