“Di gerbang Yerusalem, saya diam termangu, melihat Engkau dielu-elukan. Pantaskah saya menyambut-Mu?” -Mas Redjo
…
Saya memejamkan mata. Tanpa sadar, air mata ini mengalir di pipi. Kugigit bibir bagian bawah hingga pedih nyeri.
“Hossana Putra Daud!”
Berjuta orang mengelu-elukan-Mu, tapi hatiku pilu-sepilunya. Saya merasa tidak pantas-sepantasnya untuk menyambut-Mu.
Bagaimana tidak. Sejatinya yang saya perjuangkan selama ini serasa tidak berguna dan sia-sia.
Karena tidak ingin keluarga hidup susah, saya gigih berjuang pantang menyerah untuk sukses. Tapi tanpa terpikirkan olehku, didikkan keras yang saya terapkan pada anak-anak itu jadi bumerang. Di masa tua saya, tidak ada seorang anak pun yang menemani. Padahal didikkan keras dan tegas itu bertujuan agar mereka sukses dan mandiri.
Di masa Prapaskah ini saya seperti disadarkan dengan cerita Biarawati yang mensyeringkan pengalaman dalam sembayangan Lingkungan. Tentang anak atau orangtua yang hilang. Jalan salib adalah cerminan jalan hidup kita yang awalnya ikut memuji, tapi akhirnya menyalibkan-Nya?
Bisa jadi saya bersikap keras dan tegas pada anak-anak itu yang membuat mereka jadi tertekan, tidak nyaman, dan tersiksa. Saya dianggap otoriter. Jika seorang dari keluarga mereka tinggal bersama saya berarti harus mengikuti aturan saya? Mereka tidak mau dan takut. Mereka juga tidak menawari saya untuk tinggal bersama?
Saya harus belajar agar lebih luwes dalam bersikap, untuk mengalah dan ngemong. Jika saya tidak mau kehilangan mereka.
Sejatinya ngemong mereka itu tidak sebatas hingga dewasa, tapi untuk selamanya. Ya, seperti halnya saya ngemong diri sendiri. Dengan belajar memahami orang lain, saya belajar memahami diri sendiri.
“Pergilah untuk terlebih dahulu berdamai dengan saudaramu, setelah itu kembalilah dan persembahkan persembahanmu” (Matius 5: 24).
Ya, saya harus berdamai dengan diri sendiri lebih dulu, sebelum saya berdamai dengan anak menantuku.
“Jika Paskah kali ini mereka tidak sempat mengunjungiku, saya yang akan mengunjungi mereka,” putus saya dalam hati.
“Hossana Putra Daud!” Saya ikut berteriak bersama jutaan umat masuk ke gerbang Yerusalem: hati kita sendiri.
Hati saya serasa plong, dan damai.
…
Mas Redjo

