Oleh: Fr. M. Christoforus, BHK
“Hidupmu tidaklah berakhir tatkala engkau berhenti bernafas, namun kala engkau berhenti berusaha.”
(Suara Kebijaksanaan)
Kehampaan yang Mematikan Nurani
Pernahkah di suatu saat, Anda merasakan, bahwa kehidupan ini seolah-olah kehilangan segala-galanya? Dampaknya, hidup Anda terasa kian merana dan tak bermakna?
Hal serupa ini dapat saja terjadi, sekalipun tidak semua orang sungguh dapat merasakan eksesnya. Dalam kondisi ini, bagi orang-orang yang sungguh menghayati arti dan makna sejati dari hidup ini, justru akan jadi sebuah pukulan mental yang terasa sangat mematikan spirit hidup.
Dialog Kakek dan Cucu
“Kakek, mengapa kita manusia tenyata bisa kehilangan hidup?”
“Ya, hal itu dapat saja terjadi. Ada banyak kemungkinan, sehingga bisa terjadi hal-hal itu. Antara lain:”
- Tatkala kamu telah kehilangan spirit jati dirimu dan berubah jadi bunglon;
- Tatkala kamu sangat doyan mengeritik kesalahan sesamamu, tapi lupa membenahi dirimu;
- Tatkala kamu suka meratapi kegagalanmu, tapi lupa berusaha untuk mencari solusinya;
- Tatkala kamu suka iri hati kepada sesamamu, tapi enggan berusaha untuk jadi yang terbaik;
- Tatkala kamu hanya fokus pada hal-hal negatif, tapi berhenti menikmati hidup ini;
- Cucuku, ingatlah hidupmu ini tidak hilang, tatkala kamu berhenti bernafas, namun justru tatkala kamu berhenti ‘berusaha!’
(Dari Berbagai Sumber)
Kehilangan Sejati
Yakinlah bahkan kita justru akan kehilangan segala-galanya, tatkala kita telah “kehilangan sekeping nurani!” Sesungguhnya, itulah sebuah kematian secara rohani.
Seruan Sang Kebijaksanaan Sejati
“Marilah semua yang letih lesu dan berbeban berat, maka Aku akan memberikan kelegaan kepadamu,” demikian seruan Yesus Kristus, Sang Guru Penyembuh nan ajaib.
Arti sejati dari hidup ini, bahwa apakah ia bermakna atau sia-sia, tidaklah diukur dari sekadar kelimpahan materi dan kuasa, atau kenyamanan hidup, melainkan kesadaran nurani untuk “mempersembahan diri kepada Tuhan.”
Takaran Kebahagiaan Sejati
Takaran kebahagiaan hidup sejati itu, tidak diukur berdasarkan aspek duniawi semata, namun juga pada aspek rohani dan spiritual.
“Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan” (Mat 5: 6).
Kediri, 10 September 2025