Oleh: Fr. M. Christoforus, BHK
“Anakmu bukanlah milikmu. Mereka adalah putra-putri kerinduan terhadap dirinya sendiri.”
(Chalil Gibran)
…
Kali ini kita akan menjelajahi sebuah relungan misteri yang paling dalam, bahwa sejatinya, bagaimanakah relasi spesifik antara seorang Ibu/keluarga dengan anaknya.
Sesungguhnya Anakmu Bukanlah Anakmu
Chalil Gibran, penyair dan pujangga brilian dunia pernah menuliskan, bahwa:
“Dan, perempuan yang memeluk bayi di dadanya berkata, bicaralah tentang anak dan keturunan!
Dan katanya :
Anakmu bukanlah anakmu.
Mereka adalah putra-putri kerinduan terhadap dirinya sendiri.
Mereka terlahir lewat dirimu, tetapi tak berasal dari dirimu
Dan meskipun bersamamu, mereka bukanlah milikmu
. . dst. . . .
Sang Kebijaksaan pun telah mengajarkan, bahwa sejatinya, kehadiran seorang anak di dalam sebuah keluarga akan menjadi sebuah pelajaran cinta dan kemelekatan tanpa syarat.
Orangtua terhormat tidak pernah akan menuntut apa pun dari anak-anaknya. Hal ini bermakna, bahwa seluruh jerih payah orangtua untuk membesarkan anak tidak dituntut balasan dalam bentuk apa pun.
Mengapa? Karena bukankah anak-anak kita tidak pernah meminta agar mereka dilahirkan melalui orangtuanya?
Bahkan setelah mereka dewasa, mereka pun melepaskanmu dan akan pergi untuk aneka tujuan. Untuk studi atau berkarya demi mencari ilmu dan nafkah? Di saat itu, mereka sesekali akan kembali kepadamu, walau pun hanya sesaat.
Orangtua harus rela untuk Melepaskan Kemelekatan
Tetapi, ketika anak mulai beranjak dewasa, maka dia akan segera meninggalkanmu dan mengikatkan dirinya dengan seseorang yang sebelumnya tak pernah ada relasi spesial denganmu.
Ya, mereka akan menikah dan akan hidup sebagai suami dan istri dalam sebuah keluarga, sama seperti yang pernah dilakoni oleh Anda dan istri atau suami Anda yang adalah orangtua dari anakmu itu, bukan?
Bagaikan Tongkat Estafet
Di sini dan di dalam konteks serta tempat ini, para orangtua perlu belajar untuk bersikap ikhlas dan rela untuk melepaskan keterikatan atau kemelakatan kepada anak.
Demikianlah tabiat abadi dari kehidupan itu. Kita semua yang berada di dalamnya dapat berperan sebagai pelari estafet yang secara turun temurun akan mengulurkan tangan serta menyerahkan tongkat kehidupan kepada anak serta keturunan kita secara turun temurun.
Terpuji serta terhormatilah, karena betapa agung dan luhurnya peran besar para orangtua kita.
Faktanya, surga kehidupan itu memang benar-benar berada di bawah telapak kaki Ibu kehidupan.
…
Kediri, 21 Juli 2024