Oleh: Fr. M. Christoforus, BHK
“Tak ada gading yang tak retak. Itulah sebabnya pensil-pensil mempunyai penghapusnya.”
(Anonim)
Errare Humanum est
Sebuah pepatah China mengatakan, bahwa “Air yang terlampau jernih, tidak akan ada ikannya.” Hal itu merupakan sebuah realitas hidup, bukan? Karena sesungguhnya, hampir tidak mungkin ada kesempurnaan di atas bumi ini. Karena di balik suatu kesempurnaan, toh akan ada titik-titik ketidaksempurnaannya. Dalam konteks ini, orang Latin mempunyai adagium klasik nan mentereng, ‘errare humanum est’, bahwa manusia itu makhluk yang tidak sempurna.
Dari Sebuah Definisi
Jika ditilik secara definitif, kata ‘perfeksionis’ bermaknakan ‘orang yang standar hidupnya sangat tinggi untuk dirinya pun orang lain, yang bertujuan, agar dapat mencapai suatu kesempurnaan.’
Pernahkah Anda menjumpai sesosok pribadi yang seideal ini dalam hidupmu? Jika memang ada, maka hendaklah Anda bersiap-siap secara mental, agar Anda tidak sempat terjungkal di hadapannya. Di sisi yang lain, selayaknya Anda tidak perlu sampai harus mengelus dada batin merasa serba salah atau bahkan sampai sempat stres berat di hadapannya.
Memahami Keunikannya
Mengapa? Memang itulah tabiat khas seorang yang berkepribadian prefeksionis. Bahkan bersyukurlah, jika Anda ternyata sanggup untuk menyesuaikan diri dengan tabiat idealis ini. Tapi, sebetulnya, sudah cukuplah, jika Anda ternyata mampu memahami keunikannya itu. Karena bukankah, kecenderungan yang terkesan ekstrem ini adalah suatu yang sangat ideal demi meraih suatu kesempunaan hidup? Maka, pertama-tama, pahamilah keunikannya ini, demi suatu tujuan yang lebih luhur.
Setiap Pribadi Berbeda
Fakta hidup telah membuktikan, bahwa tidak ada manusia yang sama. Tapi manusia itu memang sebagai makhluk yang sangat unik dan spesial. Untuk itu, sangat dibutuhkan suatu pemahaman, bahwa tidak ada pribadi yang persis sama.
Antara: Melankolis, Sanguinis, Flegmatik, dan Kolerik
Sosok pribadi bertipe melankolis alias si perasa dan pemurung, mungkin saja tidak akan nyaman untuk berlama-lama bersanding dengan si keracak sanguinis, bukan? Sebaliknya, sang sanguinis itu akan dibuat bosan, jika ada bersama si perasa ini, bukan?
Demikian flegmatik tulen itu akan merasa sangat tersiksa, jika berada di hadapan si kolerik yang terkesan serba acuh tak acuh. Tabiat keduanya akan sangat bertolak belakang alias berbeda bagai langit dan bumi.
Konklusi
Maka, di balik aneka perbedaan watak dan karakter ini, hendaklah kita sanggup untuk memahami, bahwa makhluk manusia itu justru diciptakan secara unik.
Maka, di balik perbedaan-perbedaan ini, hendaklah Anda dan saya dapat mensyukurinya.
Karena bukankah, sang perfeksionis itu adalah Anda dan saya yang lain?
Kediri, 5 September 2025